Laptop itu menyimpan semua
tulisan tentang kakak,tentang perjalanan hidupnya,tentang rekam medisnya. Dan
semua hal yang berkaitan dengan isi blognya.
“Blog?” aku jadi
teringat dengan blog kakak itu, apa kabarnya sekarang? Mungkin sudah tak
terurus lagi. Kubuka blog kakakku itu, aku pun terkejut respon orang terhadap
hasil tulisan kakak luar biasa. Folowers kakak hampir mencapai 5.000 di
blognya. Mereka sungguh mengagumi sosok kakak, puisi-puisinya luar biasa
mengundang kekaguman orang. Lantas aku kembali terpikirkan dengan pesan
terakhir kakak yang di tulis dalam sebuah kertas itu. “Bagaimana ini? Apa yang
harus aku lakukan? Apa ini ide gilaku saja dengan orang yang jelas-jelas takkan
kembali?”
Dalam lamunan wajah kakak
mengampiriku, memegang pipi kananku lalu dia seolah tersenyum lantas pergi
begitu saja. Tak akan ada yang salah demi kakakku sendiri,kubangunkan
semangatmu wahai Kak Vivi.
Berjalannya
waktu,,,
“Wahai cinta kau sambut hatiku
oleh syairmu..
Wahai penguasa syahdu aku terkagum-kagum atas
langkahmu..
Wahai adinda, aku akan menjemputmu dalam
kebahagiaan” email itu di kirim 2 hari yang lalu oleh seorang pria ke akun
pribadi kakak ini.
Aku kembali bingung, aku hanya berfikir mungkin ini hanya salah satu bukti
kekaguman orang terhadap karya kakak yang biasa ia tulis dalam lembar memo
kerja nya hingga kemudian ku publikasikan di blog nya ini.
Kembali
kujalankan skenario ini,seolah dia ada dalam dunia maya, ku balas email pria
asing ini yang tak kucoba cari tahu asal usulnya. Semua berjalan dengan
mengalir begitu saja, semua komentar, masukan bahkan cacian pun ada dalam
komentar yang di tulis oleh mereka dalam blog kakak ini. Aku hanya tersenyum
ketika ada salah satu akun yang menghina tulisan kakak paling terakhir. Aku
berfikir ternyata mereka menyadari bahwa tulisan ini tak seindah tulisan yang
dibuat kakak,tulisan ini hanya tulisan bodohku. Coba kalau ini karya kakak sebenarnya mungkin tak
akan ada yang berkomentar buruk.
Sejauh ini ibu juga belum
menyadari apa yang aku lakukan, seolah tak terjadi apa-apa. Walau sempat
pertanyaan ibu cukup mengejutkanku,”Kenapa kamu bolak balik kamar kakakmu itu
Dan?? Bahkan kadang kamu malah menghabiskan waktumu di kamar kakakmu itu!?”
sontak pertanyaan itu membuat aku bingung jawaban apa yang harus aku lontarkan
pada ibu. Aku hanya diam saja.
Iya, aku hanya
bisa jawab itu saja. Jawaban yang memang tidak sinkron dengan pertanyaan ibu.
Tapi itulah adanya.
1 tahun sudah dari kepergian
kakak, satu tahun inilah aku menjadi dirinya yang bagiku asing dalam pikiran.
Ini berkembang jadi salah satu blog yang paling di bicarakan di dunia maya,
mereka memuji karya ini,karya kakak. Semakin berjalannya waktu ini pun aku
semakin terlatih menulis bukan karena aku tapi karenanya. Ibu dan ayah masih
belum menyadarinya.
“Laki-laki ini lagi..”
Dia kembali mengirim email ke
akun kakak, semakin mengagumi kakakku.
Aku penasaran dengan orang ini. Aku cari tahu dia, di akun blog
pribadinya,facebooknya,twitternya bahkan akun google+ nya. Namanya Ferdi,pria
asal Pekanbaru.
“Pekanbaru?? Jangan-jangan??”
aku semakin penasaran dengan orang ini, apakah orang ini yang dulu pernah
menyakiti kakakku? Tanpa membalas email itu, kumatikan laptop kakak. Ku buka
lemari buku kakak yang sengaja tak di pindahkan dari kamar kakak oleh ibu. Aku
berusaha mencari kotak pink yang biasa barang-barang paling berarti untuk kakak
dia simpan disana.
“Akhirnya... kutemukan juga!!”
memang sudah agak usang dan berdebu karena tak pernah ku bersihkan juga. Foto
itu ternyata masih ada, foto kakak dan pria itu, tapi...
“Zid..Zidan.. ada telepon nih..
katanya dari penerbit!! Lekas turun dulu Nak?!” Panggil ibu.
“I..i ya.. bu ,,sebentar!
Penerbit?? Penerbit apa???” aku semakin bingung aku juga belum pernah mengirim
tulisan ke penerbit manapun. Entahlah mungkin hanya salah sambung saja.
Aku pun lekas
turun dan mengunci pintu kamar kakak rapat-rapat. Aku takut kalau ada orang
tahu apa yang aku lakukan.
“Siapa bu??” tanyaku.
“Angkat saja cepat,ibu juga tak
tahu cuma katanya dari penerbit buku.”
“Hallo??” jawabku sesaat ku
angkat telepon itu.
“Apa ini dengan sodara Vivi?”
“Mampus!!!!!” gumamku.
Untung saja ibu langsung pergi meninggalkanku ketika aku
menjawab telepon itu.
“Oh..maaf aku adiknya, kak
Vivi...ehmmm dia sedang di kantor,,yah di kantor Pak!!” aku menjawanya dengan
terbata-bata.
Kebohonganku ini
semakin ku terapkan dalam dunia nyata. Maafkan aku Tuhan..
“Oh, begini saya bagian humas
dari penerbit Cipta, karya kakak anda ini cukup membuat saya kagum,dan saya
berusaha untuk mengapresiasinya. Di dunia maya Karyanya cukup di bicarakan dan
saya ingin supaya kita bisa menjalin kerjasama untuk pembuatan novel. Bagaimana
??” tanya bagian humas itu di telepon
“Ehm...begini saja biar nanti
saya kabari kembali,karena saya juga tidak mungkin membuat keputusan sendiri.
Sa..sa..ya juga mesti bicara dengang Kakak saya.” Jawabku bingung.
“Oh baiklah..saya sangat menunggu
sekali,saya tunggu 2x24 jam.” Balasnya.
“Baiklah..” seketika ku tutup
telepon itu.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Input dari kawan-kawan terbaikku