Aku tak menyangka akan seperti. Hal yang tak seharusnya terjadi atau bahkan seperti telah di rencanakan Tuhan atas kakakku sendiri.
“Baiklah saya akan segera kesana
Pak, terima kasih atas informasinya!”
aku pun segera berbalik arah mengemudikan sepeda motorku ini. Untung saja
lokasinya tak seberapa jauh dari stasiun.
Kembali pula ku
telpon ayah dan ibu yang saat itu masih di Jawa, ayah dan ibu langsung shock mendengar
kabar dariku. Mereka pun kembali pulang ke Jakarta tanpa menyambangi rumah oma
Mirna.
Setibanya ibu dan ayah di rumah
sakit, air mata pun pecah dalam kesedihan, kulihat kakakku berbaling lemas
dalam kekomaannya. Aku tak tega melihat kondisinya terlebih ketika salah
seorang saksi mata yang melihat kecelakaan itu, posisi kakakku sebenarnya
adalah sengaja menempatkan dirinya di tengah jalan. Orang-orang yang lalu
lalang di sana pun sebenarnya sudah memperingatkan untuk menjauhi kendaraan
yang melaju kencang itu, hingga akhirnya truk besar yang mengangkut puluhan
karung beras bulog itu melesat menabrak kakakku.
Dan disitu aku
pun bisa memahami maksud kakak sebenarnya, aku menyesal karena meninggalkan
kakak sendirian di rumah. Kulihat ibu dan ayah hanya menangis tanpa berbicara
sepatah kata pun dari mulut mereka berdua.
Aku menyadari mungkin masih ada
aura kemarahan dari mereka akan sikapku yang meninggalkan kakakku di rumah.
Selang beberapa
menit, tiba-tiba sekitar 3 suster beserta 2 dokter kembali berlalu lalang ke
arah kamar ICU tempat dimana kakak terbaring lemah.
“Dok,ada apa ??? Ada apa dengan
kakakku sebenarnya???”
“Kalian sabar dulu ya.. serahkan
semuanya pada kami, kami akan berusaha sebaik mungkin!” terang salah satu
suster disana.
Bukan membuat
kami tenang mendengar ucapan suster tadi, malah membuat kami semakin kalang
kabut, semakin ketakutan dengan hal buruk yang bisa saja terjadi pada Kak Vivi.
“Viviiiiii....anakku!!!!!!!” lantang
ibu.
Hampir setengah jam kami
menunggu di luar ruangan ICU. Tiba-tiba dokter yang menangani kakakku keluar,
terlihat wajahnya muram sambil membuka masker yang menutupi wajahnya itu
berkata, “Maaf..kami sudah berusaha maksimal,tapiiiiii.....”
“Tapi apa dok???!!! Jawab
dok,,jawab!!!!” tegas ayah.
“Sekitar 3 menit yang lalu anak
bapak sudah tidak ada.” Jawab dokter itu sambil tertegun merunduk ke bawah.
Air mata kami
semakin pecah mendengar kabar itu, aku dn kedua orangtuaku pun langsung masuk
keruangan kakakku.
Walau pucat,kaku, wajah
cantiknya masih terlihat jelas dari pancarannya. Dia seolah memberikan senyuman
dari raut mukanya walau matanya tak akan kembali terbuka. Dia bahkan tak akan
tertawa lagi.
Bersambung... cerberku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Input dari kawan-kawan terbaikku