Kamis, 24 Januari 2013

Jika


                  Aku tak menyangka akan seperti. Hal yang tak seharusnya terjadi atau bahkan seperti telah di rencanakan Tuhan atas kakakku sendiri.
                “Baiklah saya akan segera kesana Pak, terima kasih atas  informasinya!” aku pun segera berbalik arah mengemudikan sepeda motorku ini. Untung saja lokasinya tak seberapa jauh dari stasiun.
Kembali pula ku telpon ayah dan ibu yang saat itu masih di Jawa, ayah dan ibu langsung shock mendengar kabar dariku. Mereka pun kembali pulang ke Jakarta tanpa menyambangi rumah oma Mirna.
                Setibanya ibu dan ayah di rumah sakit, air mata pun pecah dalam kesedihan, kulihat kakakku berbaling lemas dalam kekomaannya. Aku tak tega melihat kondisinya terlebih ketika salah seorang saksi mata yang melihat kecelakaan itu, posisi kakakku sebenarnya adalah sengaja menempatkan dirinya di tengah jalan. Orang-orang yang lalu lalang di sana pun sebenarnya sudah memperingatkan untuk menjauhi kendaraan yang melaju kencang itu, hingga akhirnya truk besar yang mengangkut puluhan karung beras bulog itu melesat menabrak kakakku.
Dan disitu aku pun bisa memahami maksud kakak sebenarnya, aku menyesal karena meninggalkan kakak sendirian di rumah. Kulihat ibu dan ayah hanya menangis tanpa berbicara sepatah kata pun dari mulut mereka berdua.
                Aku menyadari mungkin masih ada aura kemarahan dari mereka akan sikapku yang meninggalkan kakakku di rumah.
Selang beberapa menit, tiba-tiba sekitar 3 suster beserta 2 dokter kembali berlalu lalang ke arah kamar ICU tempat dimana kakak terbaring lemah.
                “Dok,ada apa ??? Ada apa dengan kakakku sebenarnya???”
                “Kalian sabar dulu ya.. serahkan semuanya pada kami, kami akan berusaha sebaik mungkin!” terang salah satu suster disana.
Bukan membuat kami tenang mendengar ucapan suster tadi, malah membuat kami semakin kalang kabut, semakin ketakutan dengan hal buruk yang bisa saja terjadi pada Kak Vivi.
                “Viviiiiii....anakku!!!!!!!” lantang ibu.
                Hampir setengah jam kami menunggu di luar ruangan ICU. Tiba-tiba dokter yang menangani kakakku keluar, terlihat wajahnya muram sambil membuka masker yang menutupi wajahnya itu berkata, “Maaf..kami sudah berusaha maksimal,tapiiiiii.....”
                “Tapi apa dok???!!! Jawab dok,,jawab!!!!” tegas ayah.
                “Sekitar 3 menit yang lalu anak bapak sudah tidak ada.” Jawab dokter itu sambil tertegun merunduk ke bawah.
Air mata kami semakin pecah mendengar kabar itu, aku dn kedua orangtuaku pun langsung masuk keruangan kakakku.
                Walau pucat,kaku, wajah cantiknya masih terlihat jelas dari pancarannya. Dia seolah memberikan senyuman dari raut mukanya walau matanya tak akan kembali terbuka. Dia bahkan tak akan tertawa lagi.
Bersambung...

                Seminggu sudah kakak meninggalkan kami, kealam keabadian membawa memory kami dalam kebersamaan. Kami sadar bahwa kepergian sudah menjadi musibah dan suratan dari takdir dan aku bersama ayah dan ibu sudah mengikhlaskannya.
Foto- foto kakak juga masih terpajang rapih di ruangan keluarga, kami memandang senyuman kakak itu sambil menonton siaran olahraga kesukaannya.
                “Kak,, Team Real Madrid favorit kakak menang neh..” sambil ku tatap foto kakak tepat di atas tv kami.
                Kembali ku ingat kamar kakakku yang sudah tak kubersihkan selama seminggu itu, mungkin kini debu-debu semakin memenuhi kamar kakak. Aku pun langsung menuju kamar kakak.
Satu persatu buku-buku yang biasa di baca kakak dahulu ku rapihkan, benar ternyata buku itu di penuhi debu.
                “seperti sekali usap pun ini debu masih aja bersarang di buku ini..”
Tiba-tiba ku temukan selembr kertas terselip di sebuah komik Detectif Conan milikku yang dulu di pinjam kakak. Sebetulnya tak pantas ku baca, karena itu bukan hak ku tapi aku tetap saja penasaran, hingga akhirnya ku baca perlahan .
Di paling atas kertas itu tertulis,”Dear Zidane”
Aku pun semakin penasaran dan cepat-cepat ku baca,
                 Zidane adikku, kakak menyayangimu sungguh..
            Kakak ingin kamu tetap menulis sebagai kakak..
            Kakak ingin kakak tetap ada walau kakak tiada..
            Anggaplah mereka mengetahui bahwa kakak ada..
            Jika kakak pergi nanti,kakak akan tenang jika kamu tetap jadi kakak
            Kakak mohon demi kakak...
                Jangan bilang pada ayah ataupun ibu..
                Kini aku semakin mengerti ternyata kakak memang sudah merencanakan semuanya, tapi tetap saja membuat aku bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Kakak sudah tiada tapi kakak menginginkan aku menjadi dia. Apa yang harus kulakukan? Tuhan apa aku harus menuruti permintaan terakhir kakak ini?
Hampir satu jam aku merenung di kamar kakak, terus memperhatikan sekelilingku ini. Tentang semua hal yang ada di kamarnya. Mulai dari tempat tidurnya, kaca matanya, jas dokter nya sampai laptopnya.
bersambung.. cerberku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Input dari kawan-kawan terbaikku