Sungguh badanku terasa
remuk tak karuan setelah seharian ini melakukan aktifitas lain sebagai buruh
cuci piring di salah satu warteg dekat rumah yang biasa meminta bantuan aku
apabila salah satu karyawannya tidak masuk kerja. Pikirku lumayanlah buat
tambah uang jajan plus dapat makanan gratis dari bu Joko. Sebetulnya aku
sendiri juga masih bekerja sebagai buruh pabrik di salahsatu pabrik sepatu namun aku bersyukur karena jadwal pekerjaanku
hanya berlangsung dalam 5 hari kerja jadi punya waktu luang selama 2
hari. Umurku juga masih terlalu muda untuk bekerja yakni 19 tahun,malah tak
sedikit yang menganggap aku masih anak-anak karena fostur tubuhku yang kecil.
Kedua orang tuaku sudah lama bercerai,mereka pun kini sudah punya kehidupan masing-masing
dengan pasangannya yang baru. Aku sendiri setelah lulus dri bangku sekolah
memutuskan untuk hidup sendiri tanpa embel-embel dari kedua orangtuaku yang
apabila mereka bertemu pasti bertengkar. Aku memutuskan mengontrak rumah dekat
lokasi pabrik saat aku di terima sebagai
buruh pabrik 7 bulan silam. Namun herannya kedua adik aku malah memilih
tinggal bersamaku di kontrakan di bandingkan tinggal dengan salah satu orangtua
kami.
“Kak,dari mana kok
baru pulang jam segini???” tanya adik aku yang paling kecil, Adi namanya.
“Kan kakak di tempat
bu Joko ! Cape tau..kakak mo mandi dulu ya..”
“Asyik..pasti kakak Lani bawa makanan” sambil membuka kantung plastik yang sudah aku
taruh di atas meja.
“Iya..iya.. bagi-bagi ya..jangan di abisin semua
ya..di situ ada rendang ,telur dadar sama paha ayam goreng! jawabku.
“Mikum...” terdengar suara itu begitu keras dari
arah pintu.
“Waalaikumsalam..Man! Kenapa baru pulang jam
segini Man,dari sekolah emangnya??”
“Ga kok,abis dari rumah bapa,minta uang hehe..”
“Ya udah makan dulu sana tadi bu Joko ngasih
banyak lauk pauk hari ini..”
Aku pun meninggalkan kedua adikku untuk sekedar
makan malam dari hasil pemberian Bu Joko tadi siang plus uang saku sebesar 20
ribu,cukup untuk membeli beras dan lauk pauk seadanya untuk hari esok. Selesai mandi pun aku bergegas ke meja makan
untuk menyantap sisa makanan yang aku bawa. Sayang,hanya tinggal telur dadar
saja yang ada di meja makan. Rendang dan paha ayam habis di lahap kedua adik
tercintaku. Karena kebetulan Arman memang suka banget dengan paha
ayam,sedangkan Adi yang kini baru menginjak umur 5 tahun sangat suka dengan
rendang sapi yang rasanya pedas itu. Untungnya dia sudah kebal dengan rasa
pedas jadi ketika makanan itu sudah di cerna olehnya tak akan ada rasa sakit
perut di tubuhnya.
“O ya Kak..minggu depan kan kak Lani libur tiga
hari..Gimana kalo kita ke rumah ibu???”
tanya Arman.
“Libur..libur apaan..ga deh kayaknya cuma hari
biasa,sabtu minggu doank!!
“Kak Lani mang ga liat kalender ya? Kan Jumat besok Idul Adha tau”
“Kak Lani mang ga liat kalender ya? Kan Jumat besok Idul Adha tau”
“O iya..masyaaalloh Kakak lupa Man.. iya iya liat
ntar aja ya..”
“Kurban apaan sih?” tanya Adi sambil memotong
pembicaraan kami berdua.
Celotehan dan pertanyaannya membuat aku harus
berfikir keras untuk menjelaskan detail tentang Idul kurban ke Adi,sejarah
tentang Nabi Ibrahim dan putranya secara sederhana,memang usia dia menuntut aku
untuk harus selalu menjawab pertanyaan pertanyaannya. Namun setelah selesai
menjawab pertanyaannya,kembali dia bertanya hal lain,yang cukup menggelitik
telingaku.
“Kakak kalo gitu besok kita pergi kepasar yuk!!”
“Ngapain????” jawabku heran.
“Ya kita beli kambing di pasar buat di kurbanin?”
tambah Adi.
“Hah?????” sontak membuat aku bahkan Arman pun
kaget.
Aku pun memberikan pengertian pada Adi bahwa yang
namanya berkurban itu harus yang mampu dan mempunyai uang lebih. Sedangkan aku
hanya sebagai buruh pabrik dengan penghasilan 1 juta/bulan dengan pengeluaran
untuk membayar kontrakan,kebutuhan sehari-hari bahkan tak jarang Arman pun
meminta biaya untuk sekolah dari aku. Jadi kalau di itung-itung pengeluaranku
bisa mencapai 800 ribu perbulan,memang sih masih ada sisa kurang lebih 200
ribuan tapi itu semua aku simpan sebagai bekal untuk aku nantinya di masa yang
akan datang.
Kesalnya,adik tertuaku Arman malah
mengompor-ngompori Adi,untuk terus membujuk aku supaya berkurban.
“Udahlah kak,kabulin aja kakak kan selama 7 bulan
lalu Kak Lani udah nabung..!!” jawab Arman sambil tertawa terbahak-bahak.
“Ngarang kamu Man,uang sekitar 1.400.000 hasil
tabungannku juga kayaknya ga bakal cukup kali,lagian gimana kalo akhirnya aku
mau ngelanjutin kuliah coba?!”
Pernyataan aku barusan ternyata cukup di mengerti
oleh Adi,malah Adi sepertinya marah dengan sikapku. Dia justru masuk ke kamar
tanpa pamitan terlebih dahulu seperti biasanya.
Aku pun membiarkannya sendirian supaya dia merasa tenang,dan berharap
pembahasan kita malam ini bisa di lupakan Adi.
Ternyata dugaanku
salah,keesokan harinya pagi sekali Adi malah pergi sendiri ke tempat penjualan hewan kurban yang
letaknya lumayan jauh dari kontrakan kami,perlu menempuh perjalanan setengah
jam ke tempat jagal hewan kurban itu. Info itu aku dapatkan dari tetangga sebelah
kontrakan aku. Dia bilang pagi sekali Adi pergi,dan saat tetanggaku menanyakan
kemana dia akan pergi. Adi cuma bilang mau ke pasar. Dalam pikiranku sudah
tergambar kalau dia pasti akan ke tempat penjualan hewan Kurban, dengan terburu-buru
aku pun langsung berusaha menyusul adikku padahal hari itu hari senin,hari
dimana aku memulai kerja kembali dengan kondisi jalan pasti akan sangat macet.
Tanpa pikir panjang aku langsung memberhentikan salah satu angkot,agar aku bisa
tiba di tempat itu dengan cepat dan juga karena aku khawatir akan Adi,khawatir
terjadi sesuatu yang tidak aku harapkan darinya.
Ternyata benar,jalanan
pagi itu sangat macet,perasaanku semakin tak karuan. Ku buka jendela angkot, kulihat
sekitar trotoar jalanan sebelah kanan dan kiri berharap Adi masih belum terlalu
jauh,namun tetap tak kutemukan.
Setibanya di tempat penjualan hewan kurban,tempatnya begitu ramai,penuh sesak.
Kembali aku kesulitan mencari Adi.
“Misi..misi..Pak.. maaf..maaf!!!” aku berusaha
menarik orang-orang yang menghalangi langkahku.
“Aduh neng,,kenapa
grasak grusuk sendiri sih..neng nyari apa?! Mo beli kambing atau sapi
gitu??” tanya
salahsatu penjual kambing disana.
“Ga Pak..maaf..maaf saya nyari ade saya!!! Dia
sendirian,umurnya 5 tahun. Kira-kira tingginya hampir sesikut bapak..”
“Aduh neng,susah atuh nyari anak di tempat rame
gini..laki apa perempuan??”
“Cowok Pak..eh maksud saya laki-laki!!”
“Aduh yang mana ya..” jawab Bapak tadi sambil
menggaruk-garuk kepalanya.
“Eh neng..neng itu bukan..” tambah si Bapak sambil
menunjuk ke arah pojok kanan stan kambing.
“O...iya..iya..itu Pak!!!!! Makasih banget
Pak!!!!” sambil menarik tangan Bapak penjual kambing itu untuk sekedar
bersalaman dan mengucapkan terimakasih.
Aku pun berlari kecil menuju arah yang di tunjuk
bapak tadi. Sesampainya disana kutarik tangan Adi dan berusaha memegang
tangannya tanpa berusaha ku lepaskan dia kembali.
“Adi,kamu dari mana saja!! Kakak khawatir sayang..
jangan ngelakuin hal itu lagi ya... kakak mohon!!” harapku sambil memeluk Adi
erat.
“Aku pengen beli kambing itu Kak,,biar bisa di
bawa kerumah terus aku ajak jalan-jalan terus abis itu di potong!! Kak yang
gede itu yah beli nya” pinta Adi sambil menunjuk kearah Kambing hitam dengan
ukuran besar.
“Ehmmmmm....yah nanti ya sayang,,kakaknya lagi ga
punya uang!!! Nanti Kak Lani sama Kak Arman balik lagi kesini,terus beliin
kambing itu buat kamu ya..sekarang kita pulang”
“Ga ah...ga mau,, Adi mau disini aja..liat kambing
gede ini!!!” marah Adi.
Aku pun kembali bingung,dan ga tahu mesti
ngelakuin apa untuk membujuk Adi pulang. Aku pun iseng menanyakan harga kambing
yang di tunjuk oleh Adi tadi.
“Ehmm..Pak harga kambing itu berapa??”
“Oh..neng beda-beda tergantung ukurannya,ada yang
Golongan A harganya berkisar Rp. 2.500.000, golongan B Rp. 1.800.000, dan
golongan C itu Rp. 1.500.000. Mau pilih yang mana neng???” tanya nya.
Dalam pikiranku terbesit ternyata harga-harga cukup mahal juga,sedangkan
kalaupun aku beli tetap aja kurang seratus ribu untuk membeli yang paling
murah.
“Oh..gitu ya Pak..kalo yang kambing hitam itu
masuknya golongan apa???”
“Yang itu mah golongan A.. 2.200.000 lah buat neng
mah!!!”
“Wah tetep aja mahal donk segitu mah...ehmmm ya
udah Pak..mungkin nanti saya kesini lagi. Nanya-nanya dulu aja..makasih Pak!!”
sambil menarik tangan Adi dan beranjak pergi dari tempat penjualan hewan kurban
itu.
Sepanjang perjalanan pulang,Adi terus
merengek-rengek minta kambing itu di bawa pulang ke rumah. Namun aku tak
memperdulikan rengekan Adi. Aku terus memegang Adi,menahannya agar tidak
kembali kesana. Aku menyuruh Adi duduk di pangkuanku sepanjang perjalanan
pulang ketika berada di angkot. Setibanya di rumah Adi bukannya melupakan hal
tadi,dia malah menangis kencang hingga membuat kepalaku pusing mendengarkannya.
Untungnya Arman hari itu sekolahnya libur,dia yang berusaha menenangkan Adi
yang masih terus menangis. Kebetulan pula aku hampir terlambat masuk kerja
walau meskipun dari kontrakan ke pabrik hanya memakan waktu 10 menit.
***
Untung saja, gerbang pabrik belum
tertutup,,padahal nyaris saja aku kena SP lagi karena terlambat. Pekerjaan pun
seperti biasa aku lakukan,dengan sungguh-sungguh walau masih tetap saja
kepikiran adik terkecilku tadi. Tiba-tiba supervisor datang sambil membawa
selebaran,entah selebaran tentang apa itu. Dia pun menghampiriku,
“Lan,mau ikutan patungan ga?? Ini selebaran
tentang patungan kurban biayanya cuma 10 ribu,kalo mau nanti aku tulis di
daftar ini..”
“O ya? Boleh..boleh aku mau!!” sambil mengeluarkan
uang dari kantongku.
“O..ya kalo kamu mau..ntar juga pas pemotongan
hewan kurban hari jumatnya,kamu bisa datang,nanti aku kasih kupon kalo mau
..trus ntar dari panitia nya di kasih sekantong plastik..ya emang sih ga
tau..berapa kilo nya mah!!”
“Ya .. insyaalloh aku datang..”
Setelah beberapa hari kemudian.. pengumuman
tentang berlangsungnya kurban di pabrik ternyata memuaskan. Semua uang yang
terkumpul dari semua karyawan menghasilkan terbelinya 7 ekor kambing dan 1 ekor
sapi.
Kabar itu aku sambut dengan suka cita karena
ternyata semua karyawan cukup antusias dengan Idul Adha,walau hanya bermodal
10ribu saja. Aku kembali teringat dengan adik kecilku,seperti dia juga masih
marah dengan sikapku yan tidak mengabulkan permintaannya. Sepertinya aku pun
punya ide untuknya. Sepulangnya dari pabrik dimana aku bekerja,aku langsung
bergegas pulang dan berusaha memberikan kabar pada Adi,walau aku sendiri tak
tahu apa dia akan senang atau tidak.
“Adi..Adi kakak pulang sayang..”
Sepertinya panggilan aku itu tak membuat Adi
sumringah seperti biasa ketika aku sampai ke kontrakan. Selama berhari-hari ini
dia memang mencuekan aku,dia masih marah,dia seperti dingin terhadap aku.
Aku pun berusaha memberi pengertian pada dia,meyakini dia tentang makna
Idul Adha secara sederhana sebagaimana konteks dia sebagai anak kecil.
Jawabannya justru cukup mengejutkan.
“Adi denger kakak,,kakak bukannya ga mau beli
kambing yang waktu itu buat kamu,tapi suatu saat pasti kakak beliin buat kamu.
Uang kakak pun ga cukup untuk beli itu sayang!” memberi pengertian pada Adi
yang polos sambil memegang pundaknya dengan halus.
“Tapi Kak,,kata Pak Ustad,dulu nabi Ibrahim
katanya mau motong anaknya ,eh terus sama Alloh nabi Ismail itu di ganti sama
hewan yang gueeede banget!! Jadi kakak gituin aku aja,biar nanti akunya di
sulap jadi kambing buat kurban.” Jawab Adi polos.
“Astagfirloh Adi,,ga baik bilang gitu..Sayang Nabi
Ibrahim itu orang pilihan Alloh nak..” memberi pengertian pada Adi.
Adi memang sering
mengikuti kegiatan mengaji di sekitaran mesjid dekat rumah. Mungkin guru
ngajinya memberi pelajaran tentang berkurban yang di salah artikan oleh anak
seusia Adi ini.
Aku pun terharu mendengar niatan Adi yang sangat kuat hanya untuk bisa
berkurban,aku pun tak bisa menahan air mata ku ini mendengar ucapan Adi tadi.
Seketika Adi pun ternyata sangat menyayangi aku,dia mengusap air mataku.
“Kakak ga boleh nangis,aku jadi sedih.... maafin
aku kak!!” Adi pun mata-matanya seperti berkaca-kaca.
“Ga kok sayang kakak ga pernah marah sama
kamu,kakak sayang sama kamu,,tapi kamu ga boleh ngomong gitu lagi. Kakak ga mau
kehilangan kamu sayang..!!! Kakak janji kakak bakal kerja keras buat kamu,kakak
bakal wujudin semua kemauan kamu asal kamu bahagia tapi ga sekarang nak”
“Bener Kak??? Ceiiuss demi apa??? Aku pengen beli
kambing guede banget,trus beli rumah buat kita,terus beli mobil-mobilan banyak
deh...”
“Iya amin..doain aja ya.. o ya gimana kalo hari
Jumat nanti setelah solat Id kita pergi ke pabrik kakak!!”
“Buat apa??”
“Kita liat pemotongan kambing gede itu
Di..gimana?”
“Mau..mau..”
“Eits..tapi kamu ga marah lagi kan sama kakak???”
“GAAAA... aku sayang banget ma kak Lani!!!!”
sambil memelukku erat.
Ternyata pengertian aku barusan cukup di pahami
Adi, Adi memang cukup pintar,bahkan aku sendiri bisa bilang dia sangat jenius
karena di usia yang baru menginjak umur 5 tahun ini dia sudah sangat tanggap
dengan hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Itu membuat aku semakin bangga
dengannya,membuat aku menyadari bahwa dia jauh lebih mencintai agamanya sendiri
di bandingkan aku.
Hari itu pun tiba,gema takbir berkumandang,tepat
di hari Jumat tahun 2012 Idul adha membahana bagi semua umat muslim di dunia.
Hatiku terasa tenang mendengar takbir yang seolah tak henti bercerita.
“Kak..yuk!!” Adi mengajak aku keluar..
“Yuk kemana??? Kita sholat id dulu Di.. lekas sana
ma kak Arman perginya biar nanti kakak tunggu di parkiran seusai solat ya..”
“Oh gitu ya.. iya iya..”
Seusai sholat pun,rencana kami tetap berlangsung,Arman
langsung berangkat ke sekolah karena kebetulan Arman juga jadi panitia kurban
di sekolahnya dan aku sesuai dengan janji yang sudah di buat bersama Adi
beberapa hari yang lalu,bergegas menuju pabrik tempat aku bekerja sekaligus
melihat pemotongan hewan kurban disana.
“Kak,,Kambing ama sapi nya gede-gede yah?!” tanya
Adi antusias.
“Iya Di..”
Saking antusianya Adi menarik tangan aku menuju
bagian paling depan hanya sekedar untuk melihat pemotongan hewan kurbannya
secara dekat. Aku pun menuruti keinginannya,aku dan Adi melihat langsung
prosesi, walau aku sendiri merasa ngilu melihat satu persatu kambing dan sapi
itu di potong,darahnya keluar deras dari lehernya.
Akhirnya selesai juga pemotongannya,selesai di kuliti pula
daging-dagingnya,terlihat panitia sedang menimbang-nimbang daging kurban yang
akan di bagikan ke masyarakat sekitar kawasan pabrik. Aku pun berusaha membantu
para panitia untuk sekedar memasukan daging-daging yang sudah di timbang ke
kantung plastik. Hampir 3 jam aku bersama rekan-rekan panitia menyiapkan daging
yang akan di bagikan. Namun untuk membagikan ke rumah-rumah warga aku ga ikut
serta,karena kasihan Adi di tinggal sendiri di lokasi pemotongan hewan kurban.
Hingga akhirnya Saepul salahsatu panitia memberi 1 kantung plastik yang berbeda
dengan yang di persiapkan aku bersama panitia lain untuk warga. Saepul sendiri
yang memberikan daging kambing itu pada Adi,adikku.
“Nak,ini buat
kamu,,nanti di masak di rumah ya sama kak Lani nya?!”
“Wah berat kak?” polos
Adi sambil menunjukkan kantung plastik yang ada di tangannya padaku.
“Hehe..iya..”
“Pul kok beda beratnya
sama yang tadi??” tanyaku pada Saepul heran.
“Ya..karena kamu juga
ikut bantu bantu tadi jadi dapet bagian lebih,,ini juga atas persetujuan
panitia lain kok!!”
“Oh begitu...kalo gitu
makasih banyak ya Pul..”
Namun tiba-tiba Adi
mengeluarkan pernyataan mengejutkan lagi.
“Kak Lani,aku mau berkurban!!”
“HAH...Tapi kan kakak pernah bilang,kalo kakak ga punya uang banyak..”
“HAH...Tapi kan kakak pernah bilang,kalo kakak ga punya uang banyak..”
“Iya,de.. nanti kakakmu kalo sudah punya uang
banyak pasti berkurban..” jawab Saepul mencoba memberi pengertian.
“Ga..ga..maksud aku
..daging yang aku ini mau aku kurbanin lagi buat orang lain..ga papa kan??
“HAHHHHH...!!!” jawab
aku dan Saepul terkejut.
“Ga papa kan?! Aku ga papa kok kalo ga di masakin
rendang sama Kak Lani hari ini,ini kan berat juga,,jadi boleh di kurbanin
kan?!” jawab Adi polos.
Saepul pun terkesima
mendngar pernyataan adikku ini,,membuat aku semakin terharu mendengarnya,niatan
dia untuk berkurban masih ada sampai hari ini. Sungguh tak bisa di gambarkan
lewat kata-kata,hatinya sungguh sangat mulia sekali. Antara aku dan Saepul pun
hanya bisa bertatapan dengan wajah bingung mendengar celotehanya Adi.
Akhirnya aku pun mengabulkan permintaannya,daging seberat ½ kg ini akhirnya
resmi di berikan Adi untuk di berikan lagi kepada orang-orang yang jauh lebih
membutuhkan di bandingkan kami.
Seketika aku pun
langsung memeluk Adi penuh bangga,dengan keharuan melimpa ruah,kembali aku
belajar makna hidup bukan dari seorang guru bermodal pendidikan tinggi,namun
melainkan dari seorang anak kecil berumur 5 tahun. Yaitu adikku sendiri.
Ini sepertinya true story yah?
BalasHapushahaha.. ga kang,, ikut memperingati idul adha aja.. kbetulan dpet inspirasi
Hapusjika itu bukan true story, dan cerpen ini benar-benar asli tulisan aas, wah, saya kagum banget sama kamu as. cerpen ini seakan memawa pembaca melihat dan terlibat langsung dalam kisah.
Hapuskisahnya menyentuh hati, deskripsi dan narasinya baik sekali. saya penasaran, apakah ini karya asli aas sendiri?
BalasHapusmakasih kang, itu asli buatan saya sendiri...
BalasHapusinputnya manfaat bgt =)