Rabu, 24 Oktober 2012

1/2 kg kambing untuk kurban


                Sungguh badanku terasa remuk tak karuan setelah seharian ini melakukan aktifitas lain sebagai buruh cuci piring di salah satu warteg dekat rumah yang biasa meminta bantuan aku apabila salah satu karyawannya tidak masuk kerja. Pikirku lumayanlah buat tambah uang jajan plus dapat makanan gratis dari bu Joko. Sebetulnya aku sendiri juga masih bekerja sebagai buruh pabrik di salahsatu pabrik sepatu  namun aku bersyukur karena jadwal pekerjaanku hanya berlangsung  dalam  5 hari kerja jadi punya waktu luang selama 2 hari. Umurku juga masih terlalu muda untuk bekerja yakni 19 tahun,malah tak sedikit yang menganggap aku masih anak-anak karena fostur tubuhku yang kecil. Kedua orang tuaku sudah lama bercerai,mereka pun kini sudah punya kehidupan masing-masing dengan pasangannya yang baru. Aku sendiri setelah lulus dri bangku sekolah memutuskan untuk hidup sendiri tanpa embel-embel dari kedua orangtuaku yang apabila mereka bertemu pasti bertengkar. Aku memutuskan mengontrak rumah dekat lokasi pabrik saat aku di terima sebagai  buruh pabrik 7 bulan silam. Namun herannya kedua adik aku malah memilih tinggal bersamaku di kontrakan di bandingkan tinggal dengan salah satu orangtua kami.
                “Kak,dari mana kok baru pulang jam segini???” tanya adik aku yang paling kecil, Adi namanya.
                “Kan kakak di tempat bu Joko ! Cape tau..kakak mo mandi dulu ya..”
“Asyik..pasti kakak Lani bawa makanan”  sambil membuka kantung plastik yang sudah aku taruh di atas meja.
“Iya..iya.. bagi-bagi ya..jangan di abisin semua ya..di situ ada rendang ,telur dadar sama paha ayam goreng! jawabku.
“Mikum...” terdengar suara itu begitu keras dari arah pintu.
“Waalaikumsalam..Man! Kenapa baru pulang jam segini Man,dari sekolah emangnya??”
“Ga kok,abis dari rumah bapa,minta uang hehe..”
“Ya udah makan dulu sana tadi bu Joko ngasih banyak lauk pauk hari ini..”
Aku pun meninggalkan kedua adikku untuk sekedar makan malam dari hasil pemberian Bu Joko tadi siang plus uang saku sebesar 20 ribu,cukup untuk membeli beras dan lauk pauk seadanya untuk hari esok.  Selesai mandi pun aku bergegas ke meja makan untuk menyantap sisa makanan yang aku bawa. Sayang,hanya tinggal telur dadar saja yang ada di meja makan. Rendang dan paha ayam habis di lahap kedua adik tercintaku. Karena kebetulan Arman memang suka banget dengan paha ayam,sedangkan Adi yang kini baru menginjak umur 5 tahun sangat suka dengan rendang sapi yang rasanya pedas itu. Untungnya dia sudah kebal dengan rasa pedas jadi ketika makanan itu sudah di cerna olehnya tak akan ada rasa sakit perut di tubuhnya.
“O ya Kak..minggu depan kan kak Lani libur tiga hari..Gimana kalo kita ke rumah ibu???”  tanya  Arman.
“Libur..libur apaan..ga deh kayaknya cuma hari biasa,sabtu minggu doank!!
                “Kak Lani mang ga liat kalender ya? Kan Jumat besok Idul Adha tau”
“O iya..masyaaalloh Kakak lupa Man.. iya iya liat ntar aja ya..”
“Kurban apaan sih?” tanya Adi sambil memotong pembicaraan kami berdua.
Celotehan dan pertanyaannya membuat aku harus berfikir keras untuk menjelaskan detail tentang Idul kurban ke Adi,sejarah tentang Nabi Ibrahim dan putranya secara sederhana,memang usia dia menuntut aku untuk harus selalu menjawab pertanyaan pertanyaannya. Namun setelah selesai menjawab pertanyaannya,kembali dia bertanya hal lain,yang cukup menggelitik telingaku.
“Kakak kalo gitu besok kita pergi kepasar yuk!!”
“Ngapain????” jawabku heran.
“Ya kita beli kambing di pasar buat di kurbanin?” tambah Adi.
“Hah?????” sontak membuat aku bahkan Arman pun kaget.
Aku pun memberikan pengertian pada Adi bahwa yang namanya berkurban itu harus yang mampu dan mempunyai uang lebih. Sedangkan aku hanya sebagai buruh pabrik dengan penghasilan 1 juta/bulan dengan pengeluaran untuk membayar kontrakan,kebutuhan sehari-hari bahkan tak jarang Arman pun meminta biaya untuk sekolah dari aku. Jadi kalau di itung-itung pengeluaranku bisa mencapai 800 ribu perbulan,memang sih masih ada sisa kurang lebih 200 ribuan tapi itu semua aku simpan sebagai bekal untuk aku nantinya di masa yang akan datang.
Kesalnya,adik tertuaku Arman malah mengompor-ngompori Adi,untuk terus membujuk aku supaya berkurban.
“Udahlah kak,kabulin aja kakak kan selama 7 bulan lalu Kak Lani udah nabung..!!” jawab Arman sambil tertawa terbahak-bahak.
“Ngarang kamu Man,uang sekitar 1.400.000 hasil tabungannku juga kayaknya ga bakal cukup kali,lagian gimana kalo akhirnya aku mau ngelanjutin kuliah coba?!”
Pernyataan aku barusan ternyata cukup di mengerti oleh Adi,malah Adi sepertinya marah dengan sikapku. Dia justru masuk ke kamar tanpa pamitan terlebih dahulu seperti biasanya.
Aku pun membiarkannya sendirian supaya dia merasa tenang,dan berharap pembahasan kita malam ini bisa di lupakan Adi.
                Ternyata dugaanku salah,keesokan harinya pagi sekali Adi malah pergi sendiri  ke tempat penjualan hewan kurban yang letaknya lumayan jauh dari kontrakan kami,perlu menempuh perjalanan setengah jam ke tempat jagal hewan kurban itu. Info itu aku dapatkan dari tetangga sebelah kontrakan aku. Dia bilang pagi sekali Adi pergi,dan saat tetanggaku menanyakan kemana dia akan pergi. Adi cuma bilang mau ke pasar. Dalam pikiranku sudah tergambar kalau dia pasti akan ke tempat penjualan hewan Kurban, dengan terburu-buru aku pun langsung berusaha menyusul adikku padahal hari itu hari senin,hari dimana aku memulai kerja kembali dengan kondisi jalan pasti akan sangat macet. Tanpa pikir panjang aku langsung memberhentikan salah satu angkot,agar aku bisa tiba di tempat itu dengan cepat dan juga karena aku khawatir akan Adi,khawatir terjadi sesuatu yang tidak aku harapkan darinya.
                Ternyata benar,jalanan pagi itu sangat macet,perasaanku semakin tak karuan. Ku buka jendela angkot, kulihat sekitar trotoar jalanan sebelah kanan dan kiri berharap Adi masih belum terlalu jauh,namun tetap tak kutemukan.
Setibanya di tempat penjualan hewan kurban,tempatnya begitu ramai,penuh sesak. Kembali aku kesulitan mencari Adi.
“Misi..misi..Pak.. maaf..maaf!!!” aku berusaha menarik orang-orang yang menghalangi langkahku.
                “Aduh neng,,kenapa grasak grusuk sendiri sih..neng nyari apa?! Mo beli kambing atau sapi
                gitu??” tanya salahsatu penjual kambing disana.
“Ga Pak..maaf..maaf saya nyari ade saya!!! Dia sendirian,umurnya 5 tahun. Kira-kira tingginya hampir sesikut bapak..”
“Aduh neng,susah atuh nyari anak di tempat rame gini..laki apa perempuan??”
“Cowok Pak..eh maksud saya laki-laki!!”
“Aduh yang mana ya..” jawab Bapak tadi sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Eh neng..neng itu bukan..” tambah si Bapak sambil menunjuk ke arah pojok kanan stan kambing.
“O...iya..iya..itu Pak!!!!! Makasih banget Pak!!!!” sambil menarik tangan Bapak penjual kambing itu untuk sekedar bersalaman dan mengucapkan terimakasih.
Aku pun berlari kecil menuju arah yang di tunjuk bapak tadi. Sesampainya disana kutarik tangan Adi dan berusaha memegang tangannya tanpa berusaha ku lepaskan dia kembali.
“Adi,kamu dari mana saja!! Kakak khawatir sayang.. jangan ngelakuin hal itu lagi ya... kakak mohon!!” harapku sambil memeluk Adi erat.
“Aku pengen beli kambing itu Kak,,biar bisa di bawa kerumah terus aku ajak jalan-jalan terus abis itu di potong!! Kak yang gede itu yah beli nya” pinta Adi sambil menunjuk kearah Kambing hitam dengan ukuran besar.
“Ehmmmmm....yah nanti ya sayang,,kakaknya lagi ga punya uang!!! Nanti Kak Lani sama Kak Arman balik lagi kesini,terus beliin kambing itu buat kamu ya..sekarang kita pulang”
“Ga ah...ga mau,, Adi mau disini aja..liat kambing gede ini!!!” marah Adi.
Aku pun kembali bingung,dan ga tahu mesti ngelakuin apa untuk membujuk Adi pulang. Aku pun iseng menanyakan harga kambing yang di tunjuk oleh Adi tadi.
“Ehmm..Pak harga kambing itu berapa??”
“Oh..neng beda-beda tergantung ukurannya,ada yang Golongan A harganya berkisar Rp. 2.500.000, golongan B Rp. 1.800.000, dan golongan C itu Rp. 1.500.000. Mau pilih yang mana neng???” tanya nya.
Dalam pikiranku terbesit  ternyata harga-harga cukup mahal juga,sedangkan kalaupun aku beli tetap aja kurang seratus ribu untuk membeli yang paling murah.
“Oh..gitu ya Pak..kalo yang kambing hitam itu masuknya golongan apa???”
“Yang itu mah golongan A.. 2.200.000 lah buat neng mah!!!”
“Wah tetep aja mahal donk segitu mah...ehmmm ya udah Pak..mungkin nanti saya kesini lagi. Nanya-nanya dulu aja..makasih Pak!!” sambil menarik tangan Adi dan beranjak pergi dari tempat penjualan hewan kurban itu.
Sepanjang perjalanan pulang,Adi terus merengek-rengek minta kambing itu di bawa pulang ke rumah. Namun aku tak memperdulikan rengekan Adi. Aku terus memegang Adi,menahannya agar tidak kembali kesana. Aku menyuruh Adi duduk di pangkuanku sepanjang perjalanan pulang ketika berada di angkot. Setibanya di rumah Adi bukannya melupakan hal tadi,dia malah menangis kencang hingga membuat kepalaku pusing mendengarkannya. Untungnya Arman hari itu sekolahnya libur,dia yang berusaha menenangkan Adi yang masih terus menangis. Kebetulan pula aku hampir terlambat masuk kerja walau meskipun dari kontrakan ke pabrik hanya memakan waktu 10 menit.
***
Untung saja, gerbang pabrik belum tertutup,,padahal nyaris saja aku kena SP lagi karena terlambat. Pekerjaan pun seperti biasa aku lakukan,dengan sungguh-sungguh walau masih tetap saja kepikiran adik terkecilku tadi. Tiba-tiba supervisor datang sambil membawa selebaran,entah selebaran tentang apa itu. Dia pun menghampiriku,
“Lan,mau ikutan patungan ga?? Ini selebaran tentang patungan kurban biayanya cuma 10 ribu,kalo mau nanti aku tulis di daftar ini..”
“O ya? Boleh..boleh aku mau!!” sambil mengeluarkan uang dari kantongku.
“O..ya kalo kamu mau..ntar juga pas pemotongan hewan kurban hari jumatnya,kamu bisa datang,nanti aku kasih kupon kalo mau ..trus ntar dari panitia nya di kasih sekantong plastik..ya emang sih ga tau..berapa kilo nya mah!!”
“Ya .. insyaalloh aku datang..”
Setelah beberapa hari kemudian.. pengumuman tentang berlangsungnya kurban di pabrik ternyata memuaskan. Semua uang yang terkumpul dari semua karyawan menghasilkan terbelinya 7 ekor kambing dan 1 ekor sapi.
Kabar itu aku sambut dengan suka cita karena ternyata semua karyawan cukup antusias dengan Idul Adha,walau hanya bermodal 10ribu saja. Aku kembali teringat dengan adik kecilku,seperti dia juga masih marah dengan sikapku yan tidak mengabulkan permintaannya. Sepertinya aku pun punya ide untuknya. Sepulangnya dari pabrik dimana aku bekerja,aku langsung bergegas pulang dan berusaha memberikan kabar pada Adi,walau aku sendiri tak tahu apa dia akan senang atau tidak.
“Adi..Adi kakak pulang sayang..”
Sepertinya panggilan aku itu tak membuat Adi sumringah seperti biasa ketika aku sampai ke kontrakan. Selama berhari-hari ini dia memang mencuekan aku,dia masih marah,dia seperti dingin terhadap aku.
Aku pun berusaha memberi pengertian pada dia,meyakini dia tentang makna Idul Adha secara sederhana sebagaimana konteks dia sebagai anak kecil. Jawabannya justru cukup mengejutkan.
“Adi denger kakak,,kakak bukannya ga mau beli kambing yang waktu itu buat kamu,tapi suatu saat pasti kakak beliin buat kamu. Uang kakak pun ga cukup untuk beli itu sayang!” memberi pengertian pada Adi yang polos sambil memegang pundaknya dengan halus.
“Tapi Kak,,kata Pak Ustad,dulu nabi Ibrahim katanya mau motong anaknya ,eh terus sama Alloh nabi Ismail itu di ganti sama hewan yang gueeede banget!! Jadi kakak gituin aku aja,biar nanti akunya di sulap jadi kambing buat kurban.” Jawab Adi polos.
“Astagfirloh Adi,,ga baik bilang gitu..Sayang Nabi Ibrahim itu orang pilihan Alloh nak..” memberi pengertian pada Adi.
                Adi memang sering mengikuti kegiatan mengaji di sekitaran mesjid dekat rumah. Mungkin guru ngajinya memberi pelajaran tentang berkurban yang di salah artikan oleh anak seusia Adi ini.
Aku pun terharu mendengar niatan Adi yang sangat kuat hanya untuk bisa berkurban,aku pun tak bisa menahan air mata ku ini mendengar ucapan Adi tadi. Seketika Adi pun ternyata sangat menyayangi aku,dia mengusap air mataku.
“Kakak ga boleh nangis,aku jadi sedih.... maafin aku kak!!” Adi pun mata-matanya seperti berkaca-kaca.
“Ga kok sayang kakak ga pernah marah sama kamu,kakak sayang sama kamu,,tapi kamu ga boleh ngomong gitu lagi. Kakak ga mau kehilangan kamu sayang..!!! Kakak janji kakak bakal kerja keras buat kamu,kakak bakal wujudin semua kemauan kamu asal kamu bahagia tapi ga sekarang nak”
“Bener Kak??? Ceiiuss demi apa??? Aku pengen beli kambing guede banget,trus beli rumah buat kita,terus beli mobil-mobilan banyak deh...”
“Iya amin..doain aja ya.. o ya gimana kalo hari Jumat nanti setelah solat Id kita pergi ke pabrik kakak!!”
“Buat apa??”
“Kita liat pemotongan kambing gede itu Di..gimana?”
“Mau..mau..”
“Eits..tapi kamu ga marah lagi kan sama kakak???”
“GAAAA... aku sayang banget ma kak Lani!!!!” sambil memelukku erat.
Ternyata pengertian aku barusan cukup di pahami Adi, Adi memang cukup pintar,bahkan aku sendiri bisa bilang dia sangat jenius karena di usia yang baru menginjak umur 5 tahun ini dia sudah sangat tanggap dengan hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Itu membuat aku semakin bangga dengannya,membuat aku menyadari bahwa dia jauh lebih mencintai agamanya sendiri di bandingkan aku.
Hari itu pun tiba,gema takbir berkumandang,tepat di hari Jumat tahun 2012 Idul adha membahana bagi semua umat muslim di dunia. Hatiku terasa tenang mendengar takbir yang seolah tak henti bercerita.
“Kak..yuk!!” Adi mengajak aku keluar..
“Yuk kemana??? Kita sholat id dulu Di.. lekas sana ma kak Arman perginya biar nanti kakak tunggu di parkiran seusai solat ya..”
“Oh gitu ya.. iya iya..”
Seusai sholat pun,rencana kami tetap berlangsung,Arman langsung berangkat ke sekolah karena kebetulan Arman juga jadi panitia kurban di sekolahnya dan aku sesuai dengan janji yang sudah di buat bersama Adi beberapa hari yang lalu,bergegas menuju pabrik tempat aku bekerja sekaligus melihat pemotongan hewan kurban disana.
“Kak,,Kambing ama sapi nya gede-gede yah?!” tanya Adi antusias.
“Iya Di..”
Saking antusianya Adi menarik tangan aku menuju bagian paling depan hanya sekedar untuk melihat pemotongan hewan kurbannya secara dekat. Aku pun menuruti keinginannya,aku dan Adi melihat langsung prosesi, walau aku sendiri merasa ngilu melihat satu persatu kambing dan sapi itu di potong,darahnya keluar deras dari lehernya.
Akhirnya selesai juga pemotongannya,selesai di kuliti pula daging-dagingnya,terlihat panitia sedang menimbang-nimbang daging kurban yang akan di bagikan ke masyarakat sekitar kawasan pabrik. Aku pun berusaha membantu para panitia untuk sekedar memasukan daging-daging yang sudah di timbang ke kantung plastik. Hampir 3 jam aku bersama rekan-rekan panitia menyiapkan daging yang akan di bagikan. Namun untuk membagikan ke rumah-rumah warga aku ga ikut serta,karena kasihan Adi di tinggal sendiri di lokasi pemotongan hewan kurban. Hingga akhirnya Saepul salahsatu panitia memberi 1 kantung plastik yang berbeda dengan yang di persiapkan aku bersama panitia lain untuk warga. Saepul sendiri yang memberikan daging kambing itu pada Adi,adikku.
                “Nak,ini buat kamu,,nanti di masak di rumah ya sama kak Lani nya?!”
                “Wah berat kak?” polos Adi sambil menunjukkan kantung plastik yang ada di tangannya padaku.
                “Hehe..iya..”
                “Pul kok beda beratnya sama yang tadi??” tanyaku pada Saepul heran.
                “Ya..karena kamu juga ikut bantu bantu tadi jadi dapet bagian lebih,,ini juga atas persetujuan panitia lain kok!!”
                “Oh begitu...kalo gitu makasih banyak ya Pul..”
                Namun tiba-tiba Adi mengeluarkan pernyataan mengejutkan lagi.
                “Kak Lani,aku mau berkurban!!”
                “HAH...Tapi kan kakak pernah bilang,kalo kakak ga punya uang banyak..”
“Iya,de.. nanti kakakmu kalo sudah punya uang banyak pasti berkurban..” jawab Saepul mencoba memberi pengertian.
                “Ga..ga..maksud aku ..daging yang aku ini mau aku kurbanin lagi buat orang lain..ga papa kan??
                “HAHHHHH...!!!” jawab aku dan Saepul terkejut.
“Ga papa kan?! Aku ga papa kok kalo ga di masakin rendang sama Kak Lani hari ini,ini kan berat juga,,jadi boleh di kurbanin kan?!” jawab Adi polos.
                Saepul pun terkesima mendngar pernyataan adikku ini,,membuat aku semakin terharu mendengarnya,niatan dia untuk berkurban masih ada sampai hari ini. Sungguh tak bisa di gambarkan lewat kata-kata,hatinya sungguh sangat mulia sekali. Antara aku dan Saepul pun hanya bisa bertatapan dengan wajah bingung mendengar celotehanya Adi.
Akhirnya aku pun mengabulkan permintaannya,daging seberat ½ kg ini akhirnya resmi di berikan Adi untuk di berikan lagi kepada orang-orang yang jauh lebih membutuhkan di bandingkan kami.
                Seketika aku pun langsung memeluk Adi penuh bangga,dengan keharuan melimpa ruah,kembali aku belajar makna hidup bukan dari seorang guru bermodal pendidikan tinggi,namun melainkan dari seorang anak kecil berumur 5 tahun. Yaitu adikku sendiri.

5 komentar:

  1. Balasan
    1. hahaha.. ga kang,, ikut memperingati idul adha aja.. kbetulan dpet inspirasi

      Hapus
    2. jika itu bukan true story, dan cerpen ini benar-benar asli tulisan aas, wah, saya kagum banget sama kamu as. cerpen ini seakan memawa pembaca melihat dan terlibat langsung dalam kisah.

      Hapus
  2. kisahnya menyentuh hati, deskripsi dan narasinya baik sekali. saya penasaran, apakah ini karya asli aas sendiri?

    BalasHapus
  3. makasih kang, itu asli buatan saya sendiri...
    inputnya manfaat bgt =)

    BalasHapus

Input dari kawan-kawan terbaikku