Selasa, 21 Agustus 2012

Cerpen abal-abal


TANPA MEMILIH


Matahari seperti enggan meredupkan cahahanya,begitu terik sampai –sampai aku sendiri tak sempat melangkahkan kaki ku ke seberang jalan hanya sekedar membeli makan siang di warteg langgananku. Sepertinya air mineral pun cukup untuk mengenyangkan perut ku ini. Malah hanya membuat perutku kembung saja. Tiba-tiba ponselku berdering,cepat-cepat ku angkat karena takut itu telepon dari atasanku atau bahkan dari konsumen yang melaporkan pengaduan ketelatan pengiriman barang karena memang sudah 1 tahun ini aku bekerja di salah satu CV. Delivery sebagai custumer service. Tapi ternyata dugaan ku salah,itu telepon dari Rama, dia adalah orang yang sudah menemani aku selama 4 tahun terakhir ini,dia juga yang membantu aku untuk masuk dan bekerja di perusahaan yang sudah membantu perekonomian keluarga aku setahun terakhir ini.
“ Hallo ?” angkatku
“ Hallo juga ! Udah makan ??” Tanya dia dengan penuh perasaan
" Udah kok,,barusan !!” jawabku lantang
“Oh ya udah kalo gitu aku cuma mastiin aja,apa kamu udah makan atau belom!! Kamu kan           kadang suka ga inget kalo lagi sibuk!!” seketika telepon itu dia matikan perlahan.
                Aku memang sengaja berbohong pada dia,aku terpaksa melakukan hal itu supaya dia tidak marah padaku. Dia memang begitu pengertian,tak pernah ada perasaan bosan untuk dia menanyakan kabarku setiap hari. Aku memang beruntung mempunyai pacar sebaik dia dan sesetia dia,dia tak pernah menuntutku apa-apa.
Waktu begitu cepat berputar  dari pagi ke siang, siang ke sore,dari jam ke menit,bahkan dari menit ke detik. Sore ini pun rasanya hanya hitungan menit.  Aku  bergegas untuk pulang tak lupa pula aku menyempatkan menepi  dari angkot hanya sekedar membeli sate ayam kesukaan ibu dan adik – adikku.
Sesampainya di rumah ,ketiga adikku begitu menyambutku dengan suka cita,begitu terlihat raut muka keceriaan dari mereka semua,walau terlihat rona kelelahan dari ibuku, bukan hanya karena kelelahan mengurus ketiga adikku yang masih kecil namun juga karena kebetulan pula ibuku adalah buruh tukang cuci panggilan,sebetulnya aku pun sudah melarang ibu untuk bekerja tapi jawab ibu semata membantu aku menjadi penghasil uang.
                Tak terasa  pula air yang bermuara di mata ku seperti pecah dan jatuh menetes perlahan,ku usap cepat agar ibu dan adik-adikku tak melihat iba nya aku terhadap diri aku sendiri dan keluargaku.
Lahapnya mereka saat makan malam pun membuat aku begitu tak tega melihat keadaan atas keluarga ku sendiri. Memang sepeninggal ayahku 2 tahun silam membuat kami kesulitan dalam mencari penghasilan apalagi adik-adikku yang masih terlalu kecil sepertinya tak akan mampu menolong aku dan ibu mencari uang. Seketika itu pula aku melepaskan penatku ini dan beranjak dari meja makan. Aku berdiri, sedikit mengambil air mineral dari gelas di samping tangan ibu,lalu meneguknya perlahan.
                “Mau kemana nak ?!” Tanya ibu.
                “Aku capek bu,,aku mau rebahan dulu bu..!!” jawabku sambil mengusap keringat di keningku.
                “ya.. sudah lah,,istirahat yang cukup ya nak !” nasehat ibu.
                Kamar memang bukan hanya tempat dimana aku tidur atau istirahat saja,di ruangan 2 x 3 M ini aku kadang tertegun bingung bahkan menangis pada Tuhan tentang nasibku ini. Aku bukan orang yang kufur nikmat terhadap Tuhan, aku juga bukan pasrah terhadap kekurangan aku ini tapi juga merenung dengan masa depan adik-adikku kelak setelah aku meninggalkan keluarga inti aku dan mulai merajut rumah tanga kecil aku nanti bersama suamiku.
Berat rasanya meninggalkan mereka tapi harus kujalani pula,apalagi Rama yang menjadi kekasih aku saat ini sudah sangat serius terhadap hubungan kami bahkan orangtua nya pun seolah-olah tak sabar untuk segera meminang aku untuk jadi menantunya. Hubungan yang sudah kami bina bertahun-tahun lamanya membuat aku semakin bulat untuk menjadikannya suami ku kelak.
                Ponsel ku pun berbunyi lagi,tapi ternyata itu bukan suara panggilan masuk melainkan sms yang dikirimkan Rama kepada ku,,
                “ Selamat malam,bunga cinta yang ku sayangi,,aku menyayangi melebihi apapun,,aku menginginkan mu bahagia selamanya! Cintaku tulus seperti malam ini yang tulus memberikan gelap dan cahaya bintang serta menghembuskan buih-buih angin yang tak berhenti..
Mimpi indah ya sayang.. !”
Ucapan itu selalu mengukir pikiranku,membuat hati ku seperti di ayun-ayunkan ke angkasa. Dia memang sangat romantis, perhatian. Isi pesan singkat itu membuat aku tersipu malu,membuat aku tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.

***
                Seperti tak ada angin tak ada hujan, ibu menanyakan sesuatu yang tak pernah kami bicarakan sebelumnya. Pagi itu seperti cambukan untuk hidup ku sendiri,pertanyaan sederhana namun membuat aku bingung. Suara knalpot motor matic membuih di pelataran pagar rumahku.
Tepat pula Rama menjemputku untuk pergi bareng ke tempat kerja, ibuku pun bergegas pula ke luar dan menyuruh Rama unuk menyantap nasi goreng saat sarapan itu.  
                Rama pun menganggukan kepalanya sambil tersenyum padaku,lalu melepas sepatu canvas berwarna putih itu dan bergegas ke meja makan, duduk di posisi kursi yang sering di tempati ayah selama beliau masih hidup.
                “ Ayo nak Rama, sarapan dulu..!”
                “ Iya bu.. makasih..!”
                “ Masakan ibu memang jagoan deh!! Mega juga kalah kayanya bu..!” Puji Rama.
Suasana pun seperti larut pagi itu,topik pembicaraan pun tak henti-henti berakhir,apalagi adik-adikku yang berperilaku konyol di meja makan membuat aku dan Rama tertawa lepas. Namun pertanyaan ibu pun terlontar pula dari bibirnya.
                “ Kalian berdua kapan menikah?”  Tanya ibu
Sontak pertanyaan itu membuat kami berdua heran dan bingung.
                  Secepatnya bu..” jawab Rama lantang
“ Sebetulnya,aku sudah sangat siap bu,,namun itu semua kembali lagi Mega yang     menentukan,iya kan ?  tambah Rama sambil memegang tanganku erat.
                Jujur aku sendiri pun bingung,aku hanya bisa tersenyum melihat Rama sumringah di tanya itu oleh ibu. Memang itu pertanyaan yang sudah Rama tunggu sekali sejak lama.
Ibu pun tersenyum melihat kami berdua tersipu malu,walau sangat terlihat jelas ada perasaan yang berbeda dari raut muka ibu. Aku sendiri senang atas pertanyaan itu namun atas pertanyaan itu pula membuat aku meyimpan pertanyaan pula untuk ibu.
                Tak lama setelah itu kami berdua pun pergi,lagipula waktu memang sudah tak bersahabat dengan kami,kami seperti di kejar setoran apalagi kemacetan juga mengancam pagi itu.
Di atas motor, tangan Rama sebelah kiri tak henti-hentinya memegang tanganku, sambil tak berhenti mengucapkan kata I LOVE U.
                “ Sayang, akhirnya ibu merelakanmu untuk aku!”
                “ I..iya Ram..”
                “ Aku bersyukuuurrr.. sekali  cinta kita bisa menyatu dalam ikatan pernikahan”
                “ I..i..ya..Ram..”
                Sebetulnya aku sendiri bingung dengan diriku sendiri,apa aku harus bahagia atau sedih dengan cita-cita kami berdua ini. Kami melihat secercah harapan baru terhadap hubungan kami ini,namun aku juga harus menyadari bahwa aku akan meninggalkan orang-orang yang aku sayangi juga yang tak lain adalah ibu dan adik-adikku.
 ***
Malam itu pula aku ingin sesegera mungkin tahu maksud dan tujuan itu tentang pertanyaan yang ditujukan pada kami berdua saat pagi tadi. Terlihat ibu sedang duduk di depan meja tv 14 inc tanpa tv itu menyala hanya sepi dan lalu lalangnya nyamuk di depan muka ibu,seperti dalam lamunan yang kadang kening itu mengkerut lalu seperti biasa dan kembali berulang sampai 3 kali. Aku pun menghampiri ibu.
                “ Bu,,apa ibu sungguh-sungguh atas ucapan ibu tadi?”
                  Nak,ibu hanya ingin kamu bahagia..”
                  Apa aku tega melihat ibu, Naomi, Danu, dan Reza  sendirian tanpa aku?”
                  Bukannya itu harapan kamu sejak lama Nak?”
                Air mata itu tumpah dari mata ibu,di usap kembali linangan air mata itu,seketika turun seperti tak ada penahan dalam muara air mata ibu. Aku pun seperti merasakan guratan dalam lubuk hati ibu.
Aku pun tersedu-sedu pula sambil tidur di pangkuan ibu,kembali ibu mengusap-usap kepala aku,kami berdua larut dalam linangan air mata. Seketika pula aku menyadari pilihan aku yang benar seperti apa, aku beranjak dan mengambil ponsel aku. Cepat-cepat aku hubungi Rama walau saat itu bintang pun tak bercahaya satu pun,gelap gulita,memaksakan diri untuk keluar malam itu juga.
                Akhirnya kami berdua bertemu di tempat favorit kami berdua,taman yang dulu menjadi saksi bersatu nya cinta kami menjadi sepasang kekasih. Wajah keheranan pun menyelimuti pikiran Rama.
                  Sayang,kamu kenapa ? kenapa bukan besok saja kita ceritakanya? Ini kan sudah malam !”
Tumpah lagi air mata ini dari mataku, menetes seperti tak mau berhenti, seketika pula di usap perlahan linangan air mata ku oleh Rama,di peluk erat pula tubuhku ini,hangat rasanya seperti tak mau aku lepaskan. Di kecup keningku lama sekali dan justru malah membuat aku menangis tersedu-sedu,membuat aku mati kuku,membuat semakin penasarannya Rama akan sikapku.
                Pikirku, “ Aku sudah sangat mencintai mu Ram,,! Tak ada sedikit pun dalam hatiku untuk mengkhianatimu,bahkan membuatmu sakit!”
                “Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Rama.
                “Aku mau kita putus Ram !”
                “A..PA..A???”
                Sontak membuat Rama kaget sekaligus heran,baru tadi pagi kita tertawa bahagia,baru tadi pagi pula kita sudah siap untuk mulai merencanakan pernikahan kita. Namun pernyataanku ini membuat kita dalam hubungan yang membingungkan.
                ‘’Maksudmu apa,Ga? Kamu mau mempermainkan aku?” tanya Rama dengan nada marah.
                ‘’Tak ada niatan aku untuk membuat kamu terluka Ram,tapi aku ga mungkin membiarkan ibuku      sendirian!! Aku minta kamu memahami itu “ tegasku dengan air mata yang terus membanjiri pipiku.
“ Bertahun-tahun kita membina hubungan ini,lalu kamu menginginkan aku untuk         meninggalkanmu? Tega kamu Mega !!!!”
“ Jika kamu mencintai aku,tinggalkan aku untuk keluargaku! Aku mohon ?!” sambil memeluk Rama erat!”
Tak disangka Rama pun yang seorang laki-laki pun begitu terpukul dan menangis walau tangisan itu tak di tunjukan jelas kepadaku.
“ Baiklah jika itu maumu,aku ikhlas Mega ! Tapi bolehkah aku minta sesuatu darimu untuk terakhir kalinya??’’
                “apa ???”
                ‘’AKU INGIN MENCIUMMU UNTUK TERAKHIR KALINYA..’’
                Di usap lagi linangan air mata ini yang jatuh di antara kedua pipiku lalu,di pegang pula dagu ku,bibir Rama pun jatuh tepat di bibirku. Mata kami terpejam begitu hangat,lembutnya seperti aku yang tak mau lepas dari bibir dan rangkulannya.
Kami memang tak di takdirkan berjodoh oleh Tuhan tapi memang ini jalan yang mesti aku tempuh,sakit memang!. Namun cinta kami berdua lebih besar dari ekspektasi kita selama ini  dan prioritas yang lebih besar adalah aku dan keluarga ku. Aku mencintai mu Rama tapi aku lebih meyayangi keluargaku melebihimu.
                Aku juga tak tahu sampai kapan aku akan melajang,mungkin sampai aku merasa tanggung jawabku terpenuhi untuk keluargaku. Begitu hebatnya cintamu untuk ku tapi lebih hebat lagi ibu dan adik-adikku menyayangiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Input dari kawan-kawan terbaikku