TANPA MEMILIH
Matahari seperti
enggan meredupkan cahahanya,begitu terik sampai –sampai aku sendiri tak sempat
melangkahkan kaki ku ke seberang jalan hanya sekedar membeli makan siang di
warteg langgananku. Sepertinya air mineral pun cukup untuk mengenyangkan perut
ku ini. Malah hanya membuat perutku kembung saja. Tiba-tiba ponselku
berdering,cepat-cepat ku angkat karena takut itu telepon dari atasanku atau
bahkan dari konsumen yang melaporkan pengaduan ketelatan pengiriman barang karena
memang sudah 1 tahun ini aku bekerja di salah satu CV. Delivery sebagai
custumer service. Tapi ternyata dugaan ku salah,itu telepon dari Rama, dia adalah
orang yang sudah menemani aku selama 4 tahun terakhir ini,dia juga yang
membantu aku untuk masuk dan bekerja di perusahaan yang sudah membantu
perekonomian keluarga aku setahun terakhir ini.
“ Hallo ?”
angkatku
“ Hallo juga !
Udah makan ??” Tanya dia dengan penuh perasaan
" Udah
kok,,barusan !!” jawabku lantang
“Oh ya udah kalo
gitu aku cuma mastiin aja,apa kamu udah makan atau belom!! Kamu kan kadang suka ga inget kalo lagi
sibuk!!” seketika telepon itu dia matikan perlahan.
Aku
memang sengaja berbohong pada dia,aku terpaksa melakukan hal itu supaya dia
tidak marah padaku. Dia memang begitu pengertian,tak pernah ada perasaan bosan
untuk dia menanyakan kabarku setiap hari. Aku memang beruntung mempunyai pacar
sebaik dia dan sesetia dia,dia tak pernah menuntutku apa-apa.
Waktu begitu cepat berputar dari pagi ke siang, siang ke sore,dari jam ke
menit,bahkan dari menit ke detik. Sore ini pun rasanya hanya hitungan
menit. Aku bergegas untuk pulang tak lupa pula aku
menyempatkan menepi dari angkot hanya
sekedar membeli sate ayam kesukaan ibu dan adik – adikku.
Sesampainya di rumah ,ketiga
adikku begitu menyambutku dengan suka cita,begitu terlihat raut muka keceriaan
dari mereka semua,walau terlihat rona kelelahan dari ibuku, bukan hanya karena kelelahan
mengurus ketiga adikku yang masih kecil namun juga karena kebetulan pula ibuku
adalah buruh tukang cuci panggilan,sebetulnya aku pun sudah melarang ibu untuk
bekerja tapi jawab ibu semata membantu aku menjadi penghasil uang.
Tak
terasa pula air yang bermuara di mata ku
seperti pecah dan jatuh menetes perlahan,ku usap cepat agar ibu dan adik-adikku
tak melihat iba nya aku terhadap diri aku sendiri dan keluargaku.
Lahapnya mereka saat makan malam
pun membuat aku begitu tak tega melihat keadaan atas keluarga ku sendiri.
Memang sepeninggal ayahku 2 tahun silam membuat kami kesulitan dalam mencari
penghasilan apalagi adik-adikku yang masih terlalu kecil sepertinya tak akan
mampu menolong aku dan ibu mencari uang. Seketika itu pula aku melepaskan
penatku ini dan beranjak dari meja makan. Aku berdiri, sedikit mengambil air
mineral dari gelas di samping tangan ibu,lalu meneguknya perlahan.
“Mau
kemana nak ?!” Tanya ibu.
“Aku
capek bu,,aku mau rebahan dulu bu..!!” jawabku sambil mengusap keringat di
keningku.
“ya..
sudah lah,,istirahat yang cukup ya nak !” nasehat ibu.
Kamar
memang bukan hanya tempat dimana aku tidur atau istirahat saja,di ruangan 2 x 3
M ini aku kadang tertegun bingung bahkan menangis pada Tuhan tentang nasibku
ini. Aku bukan orang yang kufur nikmat terhadap Tuhan, aku juga bukan pasrah
terhadap kekurangan aku ini tapi juga merenung dengan masa depan adik-adikku
kelak setelah aku meninggalkan keluarga inti aku dan mulai merajut rumah tanga
kecil aku nanti bersama suamiku.
Berat rasanya meninggalkan mereka
tapi harus kujalani pula,apalagi Rama yang menjadi kekasih aku saat ini sudah
sangat serius terhadap hubungan kami bahkan orangtua nya pun seolah-olah tak
sabar untuk segera meminang aku untuk jadi menantunya. Hubungan yang sudah kami
bina bertahun-tahun lamanya membuat aku semakin bulat untuk menjadikannya suami
ku kelak.
Ponsel
ku pun berbunyi lagi,tapi ternyata itu bukan suara panggilan masuk melainkan
sms yang dikirimkan Rama kepada ku,,
“ Selamat malam,bunga
cinta yang ku sayangi,,aku menyayangi melebihi apapun,,aku menginginkan mu
bahagia selamanya! Cintaku tulus seperti malam ini yang tulus memberikan gelap
dan cahaya bintang serta menghembuskan buih-buih angin yang tak berhenti..
Mimpi
indah ya sayang.. !”
Ucapan itu selalu mengukir
pikiranku,membuat hati ku seperti di ayun-ayunkan ke angkasa. Dia memang sangat
romantis, perhatian. Isi pesan singkat itu membuat aku tersipu malu,membuat aku
tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.
***
Seperti
tak ada angin tak ada hujan, ibu menanyakan sesuatu yang tak pernah kami
bicarakan sebelumnya. Pagi itu seperti cambukan untuk hidup ku
sendiri,pertanyaan sederhana namun membuat aku bingung. Suara knalpot motor
matic membuih di pelataran pagar rumahku.
Tepat pula Rama menjemputku untuk
pergi bareng ke tempat kerja, ibuku pun bergegas pula ke luar dan menyuruh Rama
unuk menyantap nasi goreng saat sarapan itu.
Rama
pun menganggukan kepalanya sambil tersenyum padaku,lalu melepas sepatu canvas
berwarna putih itu dan bergegas ke meja makan, duduk di posisi kursi yang
sering di tempati ayah selama beliau masih hidup.
“
Ayo nak Rama, sarapan dulu..!”
“
Iya bu.. makasih..!”
“
Masakan ibu memang jagoan deh!! Mega juga kalah kayanya bu..!” Puji Rama.
Suasana pun seperti larut pagi
itu,topik pembicaraan pun tak henti-henti berakhir,apalagi adik-adikku yang
berperilaku konyol di meja makan membuat aku dan Rama tertawa lepas. Namun
pertanyaan ibu pun terlontar pula dari bibirnya.
“
Kalian berdua kapan menikah?” Tanya ibu
Sontak pertanyaan itu membuat
kami berdua heran dan bingung.
“ Secepatnya bu..” jawab Rama lantang
“ Sebetulnya,aku
sudah sangat siap bu,,namun itu semua kembali lagi Mega yang menentukan,iya kan ? tambah Rama sambil memegang tanganku erat.
Jujur
aku sendiri pun bingung,aku hanya bisa tersenyum melihat Rama sumringah di
tanya itu oleh ibu. Memang itu pertanyaan yang sudah Rama tunggu sekali sejak
lama.
Ibu pun tersenyum melihat kami
berdua tersipu malu,walau sangat terlihat jelas ada perasaan yang berbeda dari
raut muka ibu. Aku sendiri senang atas pertanyaan itu namun atas pertanyaan itu
pula membuat aku meyimpan pertanyaan pula untuk ibu.
Tak
lama setelah itu kami berdua pun pergi,lagipula waktu memang sudah tak
bersahabat dengan kami,kami seperti di kejar setoran apalagi kemacetan juga
mengancam pagi itu.
Di atas motor, tangan Rama
sebelah kiri tak henti-hentinya memegang tanganku, sambil tak berhenti
mengucapkan kata I LOVE U.
“
Sayang, akhirnya ibu merelakanmu untuk aku!”
“
I..iya Ram..”
“
Aku bersyukuuurrr.. sekali cinta kita
bisa menyatu dalam ikatan pernikahan”
“
I..i..ya..Ram..”
Sebetulnya
aku sendiri bingung dengan diriku sendiri,apa aku harus bahagia atau sedih
dengan cita-cita kami berdua ini. Kami melihat secercah harapan baru terhadap
hubungan kami ini,namun aku juga harus menyadari bahwa aku akan meninggalkan
orang-orang yang aku sayangi juga yang tak lain adalah ibu dan adik-adikku.
***
Malam itu pula
aku ingin sesegera mungkin tahu maksud dan tujuan itu tentang pertanyaan yang
ditujukan pada kami berdua saat pagi tadi. Terlihat ibu sedang duduk di depan
meja tv 14 inc tanpa tv itu menyala hanya sepi dan lalu lalangnya nyamuk di
depan muka ibu,seperti dalam lamunan yang kadang kening itu mengkerut lalu
seperti biasa dan kembali berulang sampai 3 kali. Aku pun menghampiri ibu.
“
Bu,,apa ibu sungguh-sungguh atas ucapan ibu tadi?”
“ Nak,ibu hanya ingin kamu bahagia..”
“ Apa aku tega melihat ibu, Naomi, Danu, dan
Reza sendirian tanpa aku?”
“ Bukannya itu harapan kamu sejak lama Nak?”
Air
mata itu tumpah dari mata ibu,di usap kembali linangan air mata itu,seketika
turun seperti tak ada penahan dalam muara air mata ibu. Aku pun seperti
merasakan guratan dalam lubuk hati ibu.
Aku pun tersedu-sedu pula sambil
tidur di pangkuan ibu,kembali ibu mengusap-usap kepala aku,kami berdua larut
dalam linangan air mata. Seketika pula aku menyadari pilihan aku yang benar
seperti apa, aku beranjak dan mengambil ponsel aku. Cepat-cepat aku hubungi
Rama walau saat itu bintang pun tak bercahaya satu pun,gelap gulita,memaksakan
diri untuk keluar malam itu juga.
Akhirnya
kami berdua bertemu di tempat favorit kami berdua,taman yang dulu menjadi saksi
bersatu nya cinta kami menjadi sepasang kekasih. Wajah keheranan pun
menyelimuti pikiran Rama.
“ Sayang,kamu kenapa ? kenapa bukan besok saja
kita ceritakanya? Ini kan sudah malam !”
Tumpah lagi air mata ini dari
mataku, menetes seperti tak mau berhenti, seketika pula di usap perlahan
linangan air mata ku oleh Rama,di peluk erat pula tubuhku ini,hangat rasanya
seperti tak mau aku lepaskan. Di kecup keningku lama sekali dan justru malah
membuat aku menangis tersedu-sedu,membuat aku mati kuku,membuat semakin
penasarannya Rama akan sikapku.
Pikirku,
“ Aku sudah sangat mencintai mu Ram,,! Tak ada sedikit pun dalam hatiku untuk
mengkhianatimu,bahkan membuatmu sakit!”
“Apa
yang ingin kamu katakan?” tanya Rama.
“Aku
mau kita putus Ram !”
“A..PA..A???”
Sontak
membuat Rama kaget sekaligus heran,baru tadi pagi kita tertawa bahagia,baru
tadi pagi pula kita sudah siap untuk mulai merencanakan pernikahan kita. Namun
pernyataanku ini membuat kita dalam hubungan yang membingungkan.
‘’Maksudmu
apa,Ga? Kamu mau mempermainkan aku?” tanya Rama dengan nada marah.
‘’Tak
ada niatan aku untuk membuat kamu terluka Ram,tapi aku ga mungkin membiarkan
ibuku sendirian!! Aku minta kamu
memahami itu “ tegasku dengan air mata yang terus membanjiri pipiku.
“ Bertahun-tahun
kita membina hubungan ini,lalu kamu menginginkan aku untuk meninggalkanmu? Tega kamu Mega !!!!”
“ Jika kamu
mencintai aku,tinggalkan aku untuk keluargaku! Aku mohon ?!” sambil memeluk
Rama erat!”
Tak disangka Rama pun yang
seorang laki-laki pun begitu terpukul dan menangis walau tangisan itu tak di
tunjukan jelas kepadaku.
“ Baiklah jika
itu maumu,aku ikhlas Mega ! Tapi bolehkah aku minta sesuatu darimu untuk terakhir
kalinya??’’
“apa
???”
‘’AKU
INGIN MENCIUMMU UNTUK TERAKHIR KALINYA..’’
Di
usap lagi linangan air mata ini yang jatuh di antara kedua pipiku lalu,di
pegang pula dagu ku,bibir Rama pun jatuh tepat di bibirku. Mata kami terpejam begitu
hangat,lembutnya seperti aku yang tak mau lepas dari bibir dan rangkulannya.
Kami memang tak di takdirkan
berjodoh oleh Tuhan tapi memang ini jalan yang mesti aku tempuh,sakit memang!.
Namun cinta kami berdua lebih besar dari ekspektasi kita selama ini dan prioritas yang lebih besar adalah aku dan
keluarga ku. Aku mencintai mu Rama tapi aku lebih meyayangi keluargaku
melebihimu.
Aku
juga tak tahu sampai kapan aku akan melajang,mungkin sampai aku merasa tanggung
jawabku terpenuhi untuk keluargaku. Begitu hebatnya cintamu untuk ku tapi lebih
hebat lagi ibu dan adik-adikku menyayangiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Input dari kawan-kawan terbaikku