Entah apa yang meyulitkan hati
ini untuk berpikir keras. Sejatinya memang tak ada yang paham mereka di
lahirkan untuk apa dan menjadi apa.
Sama seperti seekor katak yang
hidup diantara air dan darat, lalu apa kita bisa hidup pula di dua kondisi yang
berbeda? Mengetahui tujuan Tuhan menjadikan manusia yang berakal dan berilmu.
Hasrat menggebu gebu itu dulu,
dulu sekali ketika aku masih berumur tujuh tahun, dengan segudang impian dan
cita-cita. Aku ingat dulu cita-citaku ingin jadi seorang dokter lalu berganti
lagi menjadi seorang guru, pilot dan macam-macam lainnya. Terlebih kekonyolan
itu di imaginasikan ketika menonton serial kartun dan tokoh superhero. Lalu
kemudian aku memutuskan mengganti semua cita-cita semu itu. Ya..kuganti,
kuganti menjadi seorang ranger merah. Warna yang berani dan berapi-api itu ku
tanamkan dalam dalam di hati ini.
Dan
itu puluhan tahun yang lalu, semenjak saat itu aku masih tenggelam dengan
tokoh-tokoh fiksi yang imaginer. Aku melihat dalam-dalam diriku, dengan
ketidakpahamanku tentang kehidupan, tentang cita-cita manusia pada umumya.
Kenapa mereka terobsesi? Kenapa mereka mengorbankan ratusan juta bahkan
milyaran hanya untuk melanjutkan pendidikan sampai keluar negeri.
Kenapa mereka tidak sekalian saja
keluar angkasa, mungkin ke Mars?
“Hay manusia aneh!!”
kupandangi wajahku di depan cermin. “Itu karena mereka bermimpi menjadi manusia
yang berakal bukan seperti kamu!”
Kutanya lagi otakku,”Kenapa aku
tidak seperti mereka??” bukannya aku dilahirkan di waktu yang indah itu, dan
kenapa pikiranku tak seindah mereka??
“Lama sekali kamu
bermimpi Bayung,bangunlah, merapatlah pada shaf itu lalu mintalah pada Sang
Empunya. Dan katakan bahwa kamu akan berubah!!!” kata-kata ibu sebelum kembali
menjadi TKW di Taiwan seminggu lalu.
Refleksi cermin itu lalu
menyadarkanku, aku bergegas keluar kamar. Waktu itu waktu shubuh. Hanya
berjarak 10 meter dari rumah susunku ini. Tak kulihat banyak manusia disini. Di
shaf perempuan bisa ku hitung jari dan entah di shaf yang paling depan apakah banyak
manusia yang bersyukur menjelang pagi hari ini. Kudengar hanya suara imam yang
terdengar lantang dan merdu. Surat Al-Alaq itu menghipnotis otakku.
Apa kabar ibu? Ibu banting tulang
dan aku hanya berpangku tangan dengan kekonyolanku. Bukankah tertera pula bahwa
di Surat tersebut tertulis,”Iqra’ bismi rabbikal ladzi khalaq..Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan!”
Bukankah
aku tidak termasuk berakal sedang penghuni rumah susun ini ratusan orang tapi
mereka tak sempat berterimakasih pada pemilik semesta ini.
Bukankah penilaian seseorang
berakal itu hakikatnya bersama Tuhannya bukan dengan sesama manusia. Terlebih
sebuah gelar sifatnya fana di batu nisanpun tak akan di tulis.
“Lalu apa gunanya ibumu
pergi mencari uang hingga jauh ke tempat lain, bukan di tempat kelahirannya??”
“Bayung kamu di lahirkan
untuk memberi kehidupan yang lebih baik untuk keluargamu. Bukan hanya untuk
pemikiran idealismu saja!!”
“Tabungan dari ibumu juga
sudah cukup untukmu melanjutkan pendidikan, kenapa kamu tak bergegas
menggunakannya untuk sekolahmu? Kamu tak cukup hanya sampai di jenjang Sekolah
Menengah Atas saja!!!”
Kenapa kau berkata begitu
Lembayung..itu bukan kamu. Kamu adalah Bayung
Bayung kau memang tercipta di
langit sehabis senja, tapi mengapa hatimu melankolis seperti ini?
Bukankah kau dan aku bertekad
menjadi imaginer sejati. Dan uang adalah sarana menjadikan imaginasi itu
menjadi kenyataan. Kau dan aku terbentuk dalam satu tubuh dan kita tercipta
untuk berkoalisi menyempurnakan mimpi itu.
“Ya..tapi
aku ingat ibu!”
“Ibu akan bangga jika
kamu memanfaatkannya tanpa menghabiskan hanya untuk biaya tak perlu!”
“Tapi untuk menjadi
seorang yang berhasil itupun butuh ilmu?”
“Ilmu didapat dengan alam
Bayung! Bangunkan alammu dan katakan pada dunia kamu tak perlu mereka
merubahmu. Kamu hanya perlu ridho Tuhan melalui ibumu”
Pesan singkat ini pun ku kirim
pada ibu, karena ku tahu ibu masih bekerja dengan majikan baru. Dan aku tak
tahu apa majikan baru ibu di sana sebaik majikan lama.
“Bu,
restui aku untuk tidak ikut saran ibu..”
Sms itu baru terbalas satu jam
kemudian,”Nak, jika itu mau mu jangan kecewakan ibu, doakan ibu di sini, ibupun
akan selalu meridhai jalanmu!”
Pipiku basah membaca pesan
singkat ibu. Aku tak tahan ingin memeluk ibu,tidur dipangkuannya dan menangis
tersedu-sedu. Aku rindu ibu.
Aku tidak akan mengganggu uang
ibu. Aku akan tetap menjadi orang yang bermimpi dan akan mewujudkannya.
“Aku akan ke PT. Besok pagi bu...
Semoga kita cepat bertemu disana yah bu..”
Dan setiap sore kita akan
menikmati setiap senja hari bersama-sama. Jalan hidup aku berawal di negara
orang lain pula. Dan ketika kita kembali ke tanah air kita akan menimati
tabungan kita.